Jumat, 27 Mei 2011

PPDI
PERSATUAN PERANGKAT DESA INDONESIA


Presfektif
Arah Perjuangan Persatuan Perangkat Desa Indonesia





Salam sejahtera,

Puji syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa Pengurus Pusat Persatuan Perangkat Desa Indonesia( PP.PPDI ) melalui Musyawarah Nasional ( Munas ) dapat mengagendakan program jangka pendek dan jangka panjang. PPDI sebagai organisasi profesi yang independen terhadap perpolitikan di Indonesia. Secara defakto anggota tetap PPDI adalah perangkat desa yang merupakan aparatur pemerintah desa dibawah naungan kepala desa, sedangkan secara yuridis formal kedudukan perangkat desa dalam UU Nomor 32 tahun 2004 dan PP Nomor 72 tahun 2005 adalah pegawai pemerintah desa yang melakukan tugas – tugas pembantuan kepala desa.

Hal ini juga diatur dalam Struktur Organisasi Tata Kerja Kepemerintahan ( SOTK ). Perangkat Desa terdiri dari kepala urusan, kepala seksi dan unsur kewilayahan yang ada disetiap pemerintahan desa.

PPDI dibangun dengan semangat pengabdian terhadap pelayanan masyarakat dan peningkatan etos kerja menuju pembangunan masyarakat yang madani, masyarakat yang membangun dan masyarakat yang dibangun, kontek ini sangat tepat apabila dikaitkan semboyan desa maju Indonesia maju, sebuah realita yang tidak bisa dipungkiri apabila kita mengakui sebuah kebenaran, tanpa desa Indonesia tidak besar dan tanpa desa Indonesia tidak makmur, Desa adalah pilar yang kuat terhadap kekokohan pangan nasional dan desa adalah sumber kekuatan penduduk cukup besar.

Dalam menuju organisasi yang professional dan organisasi yang kuat maka PPDI memberikan ruang kepada masyarakat untuk menjadi Pembina PPDI disemua tingkatan kepengurusan, kontek ini diambil sebagai upaya bahwa PPDI tidak berjuang untuk kepentingan individu atau kelompok saja tetapi lebih menekankan pada perjuangan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Sehingga keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah perjuangan PPDI akan kental, arah perjuangan yang saling menentukan kepentingan bersama antara perangkat desa dan masyarakat secara umum, masyarakat sebagai panglima tertinggi yang berhak memperoleh pelayanan dan perangkat desa sebagai pelayan yang berhak memperoleh kesejahteraan.
I. Pendahuluan

Perangkat desa dibawah naungan organisasi PPDI akan berjuang saling bahu membahu dengan masyarakat secara umum, kontek perjuangan adalah peningkatan pelayanan pada masyarakat, Loyalitas dalam melaksanakan tugas menjadi target utama, pelayanan ini bukan saja didasari atas panduan atau aturan pemerintah saja tetapi pelaksanaan pengelolaan pemerintah desa juga didasari pada nilai – nilai kekeluargaan, desa dan masyarakat desa adalah bagian yang tidak terlepaskan, pekerjaan perangkat desa mengarah pada pola interaksi yang merupakan rantai kehidupan di pedesaan. ketika perangkat desa sosial ekonominya bagus maka pelayanan masyarakat menjadi lebih optimal, ranah perjuangan PPDI tingkatkan kemakmuran masyarakat tanpa meninggalkan kemakmuran perangkat desannya.

II. Latar belakang

Referensi pengalaman perangkat desa cukup dipandang sebelah mata oleh pemerintah pusat, pemerintah pusat masih mempercayai dengan pendapat pengamat ketimbang pelaku langsung, pemerintah pusat masih respect mereduksi kajian – kajian konsultan dalam memprogram konsep pembangunan pedesaan, perangkat desa yang merupakan bagian pengelola yang bersentuhan langsung dengan masyarakat tidak pernah ditanya apa kesulitan – kesulitan membangun desanya. pelaku sejarah dan pelaku kegiatan yang mengerti tentang kultur tidak mendapat kesempatan mengembangkan konsep, perangkat desa memandang pembangunan infrastruktur bukan sekedar membuat pavingisasi, mengecat gapura, membuat selokan dan memperbaiki jalan yang rusak, sedangkan pembinaan pada home industri, petani, buruh, nelayan, wirausaha, perdagangan, perajin dan jasa – jasa yang lain bukan sekedar acara seremonial buka dan tutup acara kemudian bubar, apakah hal tersebut cukup presentatif untuk bisa dipahami sebagai bentuk pembelajaran dan latihan peningkatan keterampilan?

Fakta telah terjadi di pedesaan, begitu sulit lndonesia mengejar swasembada pangan, urbanisasi menjadi tradisi tren pagi penduduk desa sekalipun tidak punya keahlian, mencari peluang menjadi Tenaga Kerja Indonesia ( TKI ) yang belum tentu mampu merubah nasib menjadi komoditi pembicaran yang menggiurkan, pengangguran kian meningkat dan angka kenakalan remaja juga semakin tinggi dan yang lebih memprihatinkan beberapa persoalan yang mencuat di masyarakat kita, perangkat desa hanya mampu melihat ketika warganya makan tiwul terkena racun dan meninggal dunia gara – gara tidak mampu membeli beras, perangkat desa hanya melihat ketika warga kita makan ubi rebus berminggu – minggu dan perangkat desa hanya mampu menangis bersama – sama ketika warganya sudah dua hari tidak makan.

Hidup ini semakin kompetitif dengan persaingan global, home industri masyarakat kita tersisih oleh membanjirnya produk cina yang mematikan industri lokal, matinya home industri tersebut masih banyak meninggalkan persoalan klasik, hutang perbankan menjadi salah satu persoalan kemudian pelaku home industri merasakan jatuh tertimpa tangga, semua imbas yang terjadi memberikan predikat penambahan angka kemiskinan.

Sungguh ironis disaat ingin mengalihkan persoalan kita dan pikiran kita untuk melihat pemandangan padi di sekitar lingkungan kita tidak ada padi yang tertanam, sekedar mengalihkan pikiran justru menambah beban pikiran, lamunan untuk membuang persoalan menjadi beban pikiran yang berat, bagaimana dapat membeli beras murah ketika dilingkungan kita tidak ada tanaman padi, bagaimana bisa membeli buah – buahan yang murah apabila disekitar kita tidak ada jeruk, jambu, apel, anggur dan lain – lain, semua buah – buahan yang ada adalah hasil impor yang mahal harganya, sejenak beralih kepemandangan yang lain, melihat pohon – pohon yang besar tidak bisa dimanfaatkan, penghijauan bukan sekedar mencari rindangnya dedaunan, lebatnya penghijauan tidak sekedar mencari indahnya pemandangan dan rindangnya dedaunan bukan sekedar menjadi sampah,


III. Pendekatan penanganan

PPDI memandang konsep pembangunan di pedesaan masih butuh ketelitian dalam menentukan arah kebijakan membangun yang bermanfaat, desa satu dengan desa lainnya belum tentu sama dengan konsep kajian konsultan, setiap desa mempunyai ciri khas tersendiri sekalipun kulturalnya sama tetapi ada perbedaan karakteristik di masing – masing desa, ada desa pengrajin rotan yang mungkin desa yang lain tidak mengenalnya, ada desa pengrajin batik, ukiran dan seni yang mungkin akan berbeda karakteristik dan motif produksinya, semua itu tergantung dari tradisi dan cara mereka berkreasi dalam memproduksi hasil karyanya, tidak berlebihan ketika patung/arca harus diproduksi di bali karena masyarakat bali sangat menggemari, sangat kontradiktif ketika hasil karya patung harus diproduksi di semarang dengan pangsa pasar yang lemah.

Sistim dan konsep pembangunan pedesaan sekarang tidak jelas dan tidak tepat pada subtansi yang sebenarnya, banyak penanganan yang tidak efektif dan tidak mengarah pada subtansi pembangunan yang terprogram, PPDI melihat kelemahan yang muncul justru dari aparatur pemerintah yang ada. Salah satu problem lapangan yang tidak bisa dipungkiri bahwa tugas pembantuan dan monitoring yang dilakukan oleh pemerintah secara hirarki belum professional, minim sumber daya manusia dan keterbatasan waktu dalam memberikan metode peningkatan pembangunan, khususnya dalam rangka memberikan motifasi peningkatan hasil karya masyarakat.


IV. Kelemahan program secara umum

Ketertinggalan pembangunan desa dan konsep orientasi pembangunan desa belum menyentuh pada akar permasalahan, sendi – sendi perekonomian desa belum tertata secara sempurna, hal ini bisa kita lihat dengan sederet permasalahan klasik yang belum terakomodir menjadi kebijakan penanganan pemerintah secara hierarki :

1. Sarana dan prasarana dalam membangitkan perekonomian desa sangat tidak memadai.
2. Pembangunan infrastruktur penunjang transportasi perekonomian masih sangat rendah.
3. Laboratorium pertanian tidak ada, home industri, kerajinan masih berstandar formalitas yang diisi oleh petugas yang bukan bidangnya. Pelatihan dan pembinaan terhadap peningkatan SDM pelaku ekonomi pedesaan dalam rangka peningkatan produksi pangan maupun rumah tangga yang diturunkan dinas terkait tidak mencerminkan seorang yang ahli dibidangnya, sehingga datang cenderung hanya minta cap dan tanda-tangan atas pelaksanaan pelatihan dan bimbingan.
4. Perbankan yang menunjang perekonomian kerakyatan tidak optimal, ada program pinjaman lunak tanpa agunan kepada pelaku ekonomi pedesaan tetapi dalam kenyataannya sangat susah sekali untuk didapat.
5. Koperasi yang membantu pangsa pasar dari hasil industri atau hasil panen pertanian tidak ada.
6. Bantuan langsung yang diberikan pemerintah secara hirarki ( hewan ternak, sarana pertanian dan bantuan benih ) tidak bisa di management dengan baik sehingga banyak bantuan yang tidak bisa digulirkan sesuai dengan program yang ada, lemahnya pengawasan dan metode pembagian yang kurang tepat, bantuan ini banyak dibawah oleh praktisi politik yang tidak melihat kondisi yang riil tetapi lebih didominasi kepentingan politik.
7. Tidak ada badan usaha desa yang bisa menampung dan memasarkan hasil produksi kerajinan, home industri dan panen raya petani rakyat.
8. DAK yang diperuntukan pada perbaikan sekolah – sekolah di pedesaan pemerintah desa tidak berkenan untuk tahu penggunaanya tetapi kalau ada masalah pemerintah desa diintrograsi selayaknya orang yang bertanggungjawab karena ada keterlibatan pemerintah desa dalam melegalisasi penarikan dana tambahan pembangunan dari siswa sekolah – sekolah yang bersangkutan.
9. Otoritas penggunanan dana PNPM pemerintah desa juga tidak bisa memberikan kontribusi arahan dalam pelaksanaan, sehingga PNPM terkesan mandiri dan diluar kewenangan pemerintah desa.
10. Program MUSRENBANG sekedar formalitas dan ketentuan akhir berada pada kepentingan SKPD dan aspirasi politik saja.
V. Kelemahan program secara khusus :

Desa diatur oleh pemerintahan desa sebagai pengelola pemerintahan yang bersentuhan langsung dengan masyarakatnya, bagaimana desa akan maju apabila sarana dan prasarana tidak terpenuhi oleh pemerintahan desa, bagaimana desa akan maju apabila pengelola desa tidak mendapatkan kesejahteraan yang memadai, bagaimana desa akan berdaya apabila pemerintah pusat masih menerapkan program yang tidak tepat, presfektif ini bisa terangkum sebagai berikut :

1. Pemerintah desa tidak memiliki dana oprasional untuk kelangsungan jalannya roda pemerintahan.
2. Pemerintah desa tidak memiliki dana untuk membantu sektor pertumbuhan ekonomi kerakyataan pedesaan.
3. Pemerintah desa tidak memiliki dana untuk pembangunan infrastruktur sarana vital.
4. Sebagai pengelola pemerintahan desa perangkat desa tidak mendapatkan jaminan kesejahteraan sehingga banyak perangkat desa yang harus mencari hasil tambahan untuk kehidupan keluargannya.
5. Sebagai pengelola pemerintahan desa perangkat desa tidak memiliki status yang jelas, disaat ada Surat Edaran Mendagri Nomor : 140/sj tahun 2006 dan SE nomor : 900 tahun 2009 tidak efektif dilaksanakan disemua daerah, daerah memandang SE tersebut menjadi persoalan yang membuat pemerintah daerah devisit. Daerah juga mempermasalahkan bahwa SE tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang tepat.
6. Sebagai pengelola pemerintahan desa perangkat desa tidak pernah mendapatkan kesempatan mengikuti latihan – latihan yang diadakan oleh pemerintah secara hierarki. Mengapa pemerintah tidak mau memberikan pelatihan – pelatihan terhadap aparatur desa yang selalu siap kapan saja dan dimana saja.
7. Sebagai perangkat desa yang terlihat dalam masa depan adalah hari penuh dengan masalah, perangkat desa berpikir mengabdi pada Negara, pemerintah dan masyarakat tetapi hak sebagai abdi tidak pernah dipikirkan, ketika perangkat desa sakit tidak ada satupun badan kesehatan didunia yang mau meringankan beban pengobatan, tidak ada satupun perbankan yang mau mengucurkan dana talangan dan pinjaman pada perangkat desa, lebih menyedihkan ketika purna tugas disaat tidak produktif pemerintah secara hierarki hanya memberikan selembar kertas tanda terima kasih.
8. Tidak ada dana cadangan untuk persiapan bencana alam, bencana kemanusian dan lain – lain.

VI. Kelemahan yuridis formal :

Melihat subtansial peraturan perundang – undangan yang diperuntukan pada desa boleh dibilang belum mencerminkan keperpihakan pada desa dan aparatur pemerintahan desa, sedikit kami sorot berapa peraturan perundang – undangan otonomi daerah dan peraturan perundang – undangan yang belum berpihak pada pemerintahan desa.

1. Undang –undang Nomor 33 tahun 2004 tentang dana perimbangan keuangan daerah. Desa sebagai satu kesatuan pengelola pemerintahan tidak mendapatkan kewenangan untuk mengelola keuangan yang berasal dari APBN, desa hanya mendapatkan ADD yang jumlahnya variatif di masing – masing kabupaten, itupun rata – rata kurang dari 100 juta perdesa.
2. Undang – undang otonomi daerah nomor 32 tahun 2004 secara inflisit tidak mengamanatkan konsep pembangunan pedesaan yang terpadu dengan sokongan alokasi dana dari pemerintahan secara hierarki, didalamnya juga banyak unsur diskriminasi pada perangkat desa. Subtansi yang terlihat hanya mengejar yuridis formal tanpa adanya yuridis subtansial.
3. Peraturan pemerintah Nomor 72 tahun 2005 juga tidak jelas memberikan subtansi yang berkenaan dengan pengaturan tentang konsep pembangunan yang ditopang dari dana APBN. Justru yang cukup jelas adalah subtansi yang menekankan pengelolaan pemerintah desa bersumber dari kekayaan desa. Mungkinkah dialam reformasi ini apartatur pemerintahan desa harus selalu menekan masyarakat untuk membiayai pengelolaan pemerintah desa? Sementara masyarakat pedesaan sudah terbebani pajak yang luar biasa. Contoh yang sepele saja : air minum mineral yang diambil dari desa kemudian masyarakat desa harus minum dengan bayar pajaknya.
4. Undang – undang Nomor 18 tahun 1999 tentang jasa kontruksi bahwa pemerintah desa bukan bagian pengelola kebijakan tentang pembangunan. Ketika tidak ada sumber pembiayaan dari APBN/APBD dan tidak ada Pegawai Negeri Sipil di desa maka desa menjadi penonton abadi yang selalu membayar tiket melihat kemajuan perkotaan.
5. Keppres Nomor 80 tahun 2002, mematikan konsep pembangunan yang ideal dengan keinginan membangun infrastruktur – infrastruktur sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Sebagai panitia lelang, pengguna anggaran dan kuasa pengguna anggaran adalah PNS sehingga desa yang tidak mempunyai apatur pemerintah yang berstatus PNS tidak akan pernah bisa menentukan arah kebijakan dalam membangun. Desa terpasung tidak bisa bergerak mengembangkan pembangunan pedesaan, bagaimana desa bisa melaksanakan pembangunan ketika desa harus menyadarkan masyarakat untuk tertib pajak tetapi bukan bagian dari penikmat hasil pajak.


VII. Pendekatan yang ideal :

PPDI berusaha memberikan kontribusi pemikiran terhadap kebijakan kedepan baik mengenahi sistim pembangunan pedesaan maupun kebijakan dalam menata aparatur pemerintah desa yang bisa terjamin kesejahteraanya, hal yang paling pokok PPDI akan bejuang pada tataran pembentukan peraturan perundang – undangan tentang desa, peraturan perundang – undangan kedepan harus memenuhi konfigurasi – konfigurasi di dalam muatan materi secara berimbang. Peraturan perundang – undangan kedepan tidak boleh sekedar mengejar yuridis formal tetapi yang lebih urgent adalah penetapan yuridis subtansial sehingga keberadaan desa tidak dipandang sebelah mata.

Dalam kaitan perjuangan PPDI selalau memberikan pengertian – pengertian dan hakekat perjuangan PPDI sehingga masyarakat tahu dan saling bahu – membahu memperjuangkan desa yang mengarah pada kepentingan desa. Rakyat desa dapat merasakan pembangunan tanpa meninggalkan kejelasan bagi apartur pemerintahnya. Beberapa hal yang akan menjadi prioritas perjuangan PPDI adalah :

1. Angkat Perangkat Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil ( PNS )
2. Alokasikan APBN/APBD untuk pembangunan pedesaan
3. Penambahan masa jabatan kepala desa.

VIII. Implementasi angkat perangkat desa menjadi pegawai negeri sipil ( PNS ) :

1. Mencegah diskriminasi kedudukan perangkat desa sesuai dengan Undang – undang Nomor 32 tahun 2004 terutama dalam pasal 202, ayat 1 perangkat desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa.
Perangkat desa terdiri dari sekertaris desa dan perangkat desa lainnya.
Sekertaris desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan
2. Mencegah diskriminasi pada UU Nomor 32 tahun 2004 pada pasal 219, Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Pemerintah Daerah, Anggota DPRD, Perangkat Daerah, PNS daerah, kepala desa, anggota bandan permusyawartan desa dan masyarakat.
3. Menjadikan perangkat desa dalam pioner pembangunan desa dan penumbuhan ekonomi kerakyatan.
Perangkat desa agar dapat mengikuti pelatihan – pelatihan tentang adminstrasi pemerintahan desa yang kemudian menjadi tenaga yang mempunyai SDM yang memadai.
Perangkat desa agar mampu memberikan kontribusi pemikiran dan sebagai pelaksanaan penentu kebijakan yang telah mengetahui akar permasalahan sosial masyarakat desa. Pembangunan dengan pola cultural dan berkarakteristik pedesaan bisa dilaksanakan.
Perangkat desa lebih professional untuk memberikan pelayanan publik tanpa melihat sosial ekonomi yang melekat pada perangkat desa. Ketika kesejahteraan dapat diperoleh perangkat desa maka tanggungjawab perangkat desa lebih besar dalam rangka meningkatkan perekonomian pedesaan.
Perangkat desa lebih mengoptimalkan kinerja terhadap pelayanan masyarakat yang berkenaan dengan pola pembangunan desa, perangkat desa sesuai dengan jabatanya bertanggungjawab penuh terhadap pembangunan berdasarkan pada subbidang jabatannya (orientasi jangka panjang jabatan harus spesifik dengan disiplin ilmu).
Perangkat desa agar mampu memberikan konsep pembangunan yang berciri khas pada pembangunan desa yang memenuhi kultur pembangunan desa, jati diri desa dan karakteristik desa.
Perangkat desa harus mampu menjadi garda depan dalam rangka menumbuhkan pertanian untuk memenuhi swasembada pangan, produksi hasil kerajinan dan mampu melakukan pembinaan terhadap pelaku ekonomi pedesaan.
4. Menjadikan ekonomi perangkat desa dan masa depan perangkat desa bisa terjamin, perangkat desa sebagai abdi pemerintah, abdi Negara dan abdi masyarakat jelas ada yang membayar dan diakui sebagai aparatur pemerintah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
5. Didalam proposisi hukum yang ada dengan sendirinya tanpa ada yudisial revew terhadap Undang – undang 33 tahun 2005, UU nomor 18 tahun 1999 , keppres 80, PP 43, PP, 45, PP 48, PP 28, PP 29 dan PP 30 semua sudah memposisikan diri sebagai unsur yang terlibat di dalam ketentuan undang – undang tersebut.
IX. Implementasi Alokasikan APBN/APBD untuk pembangunan pedesaan.

1. Kesiapan perangkat desa sebagai aparatur pemerintah desa diharapakan menjadi pioneer pembangunan yang ditopang oleh anggaran pemerintah desa yang berasal dari APBN/APBD, perangkat desa harus mampu memanagement keuangan yang transparan dan bisa dipertanggungjawaban.
2. Bangun infrastruktur yang menunjang ekonomi kerakyatan, sarana irigasi pertanian, sarana jalan dan sarana lain yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan roda perekonomian menjadi skala prioritas.
3. Membuat jaringan informasi dan teknologi tepat guna, pendataan penduduk dan pelayanan adminstrasi menggunakan jaringan IT.
4. Bentuk badan usaha desa :
Untuk memberikan pinjaman pada pelaku ekonomi pedesaan.
Untuk memberikan kemudahan – kemudahan dalam pemasaran industri lokal.
Untuk menyediakan kebutuhan – kebutuhan yang berkenaan dengan industri lokal, pertanian, pengrajin dan lain – lain sebagaimana.
5. Mendirikan kursus – kursus keterampilan terhadap masyarakatnya dalam rangka meningkatkan SDM pelaku perekonomian desa
Memberikan penyuluhan pada masyarakat pelaku ekonomi pedesaan, peternak, pengrajin, petani dan home industri.
Memberikan kursus tentang keterampilan pada calon tenaga kerja yang terdidik.
Memberikan bekal pada calon tenaga kerja yang berkeinginan menjadi TKI sesuai dengan keahliannya.
6. Mengembalikan konsep desa sebagai komoditi hasil pertanian yang terpadu.
Tingkatkan swasembada pangan melalui pola tanam padi, jagung, sayuran, buah – buahan, tebu dan tanaman lainnya yang terprogram dan terdukung oleh pantauan pemerintah desa.
Berikan pemahaman pada masyarakat untuk menanam pohon yang bermanfaat ganda, pohon yang berbuah, pohon yang berdaun pangan bagi peternak dan pohon yang dapat dimanfaatkan kayunya, hal ini perlu dicari solusi pembagian bantuan bibit yang baik pada masyarakat.
Memberikan bantuan bibit pohon kepada masyarakat untuk penghijauan di pekarangan yang tidak tertanami serta mengatur tatanan pola tanam yang ideal.
Penataan terhadap ternak dari hasil guliran bantuan ternak pemerintah, guliran bantuan ternak pemerintah menjadi inventarisasi yang harus berkembang dan dapat digulirkan.
Desa harus mempunyai alat – alat sewa dengan harga tejangkau untuk sarana penunjang pengelolaan pertanian ( traktor, pompa air, diesel, dll).
7. Menciptakan proyek padat karya.
8. Membuat laboratorium pertanian minimal per kecamatan satu.






X. Penambahan masa jabatan kepala desa.
Untuk menghindari gesekan kerawanan keamanan imbas dari pemilihan kepala desa idealnya masa jabatan kepala desa ditambah, tidak jarang kepala desa merasa sulit bekerja dalam masa 3 tahun berjalan, karena luka atas demokrasi masih melekat di masing – masing komponen yang ada di desa, hal ini akan mempengaruhi langkah kepala desa dalam melaksanakan tugas, kepala desa dalam 3 tahun hanya tersita untuk memulihkan kerawanan politik, apabila masa jabatan kepala desa hanya 6 tahun maka ideal bekerja sangat kurang presentatif.

XI. Tujuan yang harus dicapai dalam perjuangan PPDI adalah.

XIa. Jangka pendek :
1. Membangun desa dengan melibatkan unsur masyarakatnya, masyarakat yang membangun dan masyarakat yang di bangun.
2. Mengangkat harkat dan martabat perangkat desa dengan memperoleh pengakuan Negara dan Pemerintah melalui pengangkatan PNS yang dijadikan pioneer terhadap kebangkitan desa. PPDI berjuang melalui UU tentang desa agar muatan materi perangkat desa diangkat PNS masuk dalam subtansi perundang – undangan.
XIb. Jangka panjang :
3. Desa maju Indonesia maju:
- Menunjukan bahwa bangsa lndonesia mampu bersaing dalam globalisasi perdagangan.
- Menunjukan bahwa SDM desa patut diperhitungkan.
- Menunjukan bahwa desa siap menjadi swasembada pangan.
- Menujukan bahwa desa adalah sumber devisa Negara yang besar.
- Menunjukan bahwa desa siap mengahadapi hasil panen yang berstandar thailand yang merupakan momok perdaganan hasil pertanian asean.
- Desa mampu memasok kebutuhan pangan, buah – buahan dan kerajian skala nasional.
- Desa mampu mengekspor hasil bumi keluar negeri.
- Desa mampu membangun dengan kekuatan sumber alam desa itu sendiri.

XII. Reformasi Birokrasi Desa :

Mari kita berjuang bersama untuk membuktikan bahwa lndonesia dapat memetik keemasan, curahkan pikiran kita, potensi kita dan itikad kita untuk meluruskan harkat dan martabat sebagai bangsa yang ber- SDM, bangsa yang mampu tumbuh ekonominya dan sebagai bangsa yang berkwalitas baik, kita bukan type pengekspor TKI tapi bagaimana bangsa kita cukup dengan mengirim produksi home industri, pertanian, hasil laut, kayu dan kerajianan ke luar negeri, saya rasa ketika reformasi birokrasi ini bisa berjalan mulus bukan hayal kontribusi devisa Negara akan lebih besar dari pada TKI yang sekarang. Apabila kita mengirim TKI tentu TKI yang berkualitas baik dan siap bekerja secara professional.

Jangan berasumsi ketika Perangkat Desanya PNS maka desa akan beralih menjadi kelurahan, desa tetap desa dan desa tetap dipimpin oleh kepala desa, perangkat desa PNS bukan berarti kelurahan tetapi secara administrasi perangkat desa di jamin atas kelangsungan hidupnya oleh pemerintah, karena dalam konsep desa ada tiga kriteria :
1. Desa Adat
2. Desa otonom ( konsep PPDI otonomi 3 )
3. Desa Administrasi
PPDI mengajukan paradigma baru dalam drap usulan pengangkatan PNS juga proposional, berharap Undang – undang tentang desa bisa membuka tabir kebangkitan ekonomi kerakyatan dan mengangkat perangkat desa menjadi PNS. Pengangkatan secara bertahap dari jumlah perangkat desa se Indonesia kurang lebih 504.000 personil dari 72.000 desa yang ada di lndonesia. Proses pengangkatan bisa dilakukan melalui tahapan dari jumlah tersebut diatas.

Beban APBN apabila perangkat desa diangkat menjadi pegawai negeri sipil yang dilakukan melalui lima tahapan dengan standar golongan IIa maka beban APBN sebagai berikut :
Keterangan :

1. Dalam satu tahun mengangkat :100800 perangkat desa dari jumlah perangkat di lndonesia 504.000 personil.
2. Standar gaji golongan IIa Rp 2.250.000 ( standar ijasah SLTA )
3. Bulan dalam satu tahun 12 bulan.
4. 1+2+3 = Rp. 2.721.600.000.000,-


Keterangan :

1. Perangkat desa sudah menerima tunjangan tetap dari APBD sesuai UMK atau kurang lebih Rp : 700.000,-
2. Perangkat desa di pulau jawa mendapat inventarisasi tanah bengkok.
3. Apabila terangkat menjadi PNS dana tunjangan tetap APBD bisa ditarik pemerintah daerah masing – masing.
4. Apabila terangkat PNS inventarisasi bengkok di tarik ke desa untuk pembangunan desa.
5. Pengangkatan perangkat desa secara bertahap dalam jangka lima tahun.
6. Pemerintah pusat tinggal melakukan verifikasi tentang jumlah penduduk dan luas tanah pedesaan untuk menentukan jumlah alokasi dana APBN untuk pembangunan desa secara proposional ( PPDI siap membantu melakukan verifikasi ).
7. Dalam pendataan penduduk PPDI sedang melakukan pemutahiran data penduduk yang siap online di situs PPDI : www.ppdi.or.id



Selamat Berjuang Reformasi Desa……


* Marilah kita coba memberikan ceramah pengawasan bahaya narkoba dan anti narkoba bukan di pondok pesantren.
* Marilah kita coba menerapkan konsep pembangunan pedesaan bukan diperkotaan.
* Marilah kita coba berantas kemiskinan apabila diri kita sudah tidak miskin.
* Marilah kita coba meningkatkan SDM masyarakat ketika SDM kita sudah meningkat.
* Marilah kita coba beri pelatihan pada pelaku pertanian, kerajinan dan lndustri rumah tangga masyarakat apabila kita sudah mengetahui ilmunya.
* Marilah kita coba memberikan pengarahan mencangkul yang baik ketika kita sudah tahu cara mencangkul……………………



Vini Vidi Vici

Semoga berhasil

PERANGKAT DESA PNS RAKYAT DESA

SEJAHTERA

Dalam menuju

INDONESIA JAYA


















IKRAR PERANGKAT DESA INDONESIA


1. Kami Perangkat Desa Indonesia adalah aparatur pemerintah yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami Perangkat Desa Indonesia adalah pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pembela dan pengamal Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Kami Perangkat Desa Indonesia bertekad bulat mewujudkan tercapainya pembangunan Nasional.
4. Kami Perangkat Desa Indonesia bersatu dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Perangkat Desa Indonesia, membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak Kekeluargaan.
5. Kami Perangkat Desa Indonesia menjunjung tinggi Kode Etik Perangkat Desa Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdian terhadap bangsa, negara serta kemanusiaan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Tulus Dot Com Copyright © 2011 | Designed by: TulusDotCom